Influencer dalam Pusaran Promosi Judi Online: Dugaan Praktik Tebang Pilih dan Menyoal Penegakan Hukum yang Tak Konsisten


[Gunawan Sadbor (Foto: tiktok/sadbor86]

Medialombok.com - Kasus promosi judi online oleh sejumlah content creator hingga selebritis tanah air belakangan tengah menjadi sorotan. Salah satunya adalah peristiwa yang menimpa Gunawan ‘Sadbor’, seorang content creator TikTok asal Sukabumi yang dikenal dengan jargon fenomenalnya: “Beras Habis Live Solusinya!”. Namun, di tengah puncak popularitasnya itu, ia dan seorang karyawan yang berinisial AS alias Toed, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus promosi judi online oleh Polres Sukabumi.

Terlepas dari tuduhan soal “pengemis online”, Sadbor sebagai pelopor tarian khas dalam konten live streamingnya terbukti telah mempengaruhi algoritma dan trend yang terjadi di TikTok, bahkan ia berhasil merekrut 300 orang warga dengan penghasilan yang cukup menjanjikan.

Usai mengajak warga untuk ikut live streaming di TikTok, Sadbor berhasil meraup jutaan rupiah setiap hari. Dari hasil siaran tersebut, ia mengambil komisi 20% dari tim-nya, sementera anggota lainnya bisa menghasilkan antara Rp 1 juta - Rp 3 juta/hari. Bahkan, dalam sebulan, penghasilan mereka bisa mencapai Rp 50 juta. Namun, usai kasus yang menimpa pelopornya viral, sejumlah warga yang sebelumnya tergabung dalam “manajemennya” tidak lagi nampak terlihat melakukan kegiatan serupa.

Sebelum ditangkap, Sadbor melalui akun TikTok @Sadbor86 sempat memberikan klarifikasi bahwa ia tak mengetahui dan tidak mengendalikan masuknya sejumlah akun judi online ke dalam siaran langsungnya. Namun alasan apapun untuk membenarkan promosi judi online tidak dapat dimaafkan, dan hal itu juga yang dilakukan oleh aparat kepolisian untuk bertindak cepat menangkap TikTokers dengan 696.000 pengikut tersebut.

Tak serupa dengan artis lain yang terlibat dalam praktik promosi judi online, nasib Sadbor terbilang berbeda. Kasus ini membuka diskursus sengit di antara pengguna media sosial mengenai dugaan praktik tebang pilih antara Sadbor dengan para influencer lain yang terlibat dalam pusaran promosi judi online serupa.

Setelah mengapresiasi langkah tegas aparat kepolisian, sejumlah netizen mulai membandingkan dan mempertanyakan ulang: kapan pelaku lain diperlakukan serupa? mengapa influencer, content creator atau bahkan selebritis papan atas ibukota dengan pengikut dan pengaruh yang jauh lebih besar tidak ditanggapi secepat kasus Sadbor?

Merujuk informasi yang dilaporkan oleh Antara, Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri hingga saat ini telah memeriksa 27 influencer di media sosial yang diduga terlibat dalam promosi judi online. Sejak akhir tahun lalu, pihak kepolisian juga telah meminta keterangan dari sejumlah selebritis ternama, seperti Wulan Guritno, Nikita Mirzani, Denny Cagur dan lainnya, terkait dugaan kasus promosi judi online.

Meskipun sudah menjadi rahasia umum di masyarakat, kasus mereka tak pernah sampai pada proses hukum yang serius baik ditahan atau ditetapkan sebagai tersangka dan hanya sebatas diperiksa, klarifikasi lalu perkara menguap tanpa kelanjutan.

Alasan “tidak mengetahui” yang seringkali dijadikan perisai oleh sejumlah influencer yang mempromosikan judi online tampaknya mudah diterima oleh aparat penegak hukum, namun tak demikian halnya dengan nasib Sadbor.

Akibatnya, sengkarut masalah ini menciptakan efek bola liar di media sosial. Dugaan adanya ‘backingan’, kekebalan hukum para pelaku hingga praktik tebang pilih atas sikap aparat penegak hukum dalam menyikapi kasus promosi judi online yang melibatkan sejumlah nama besar di dunia hiburan membuat kasus ini semakin kompleks.

Hal serupa juga ditanggapi oleh seorang Sutradara Fajar Nugros dalam salah satu cuitan di akun Twitter (X) miliknya (@fajarnugros) yang menunjukan rasa keprihatinan terhadap ketidakadilan yang dialami oleh individu seperti Sadbor, yang berusaha mencari peluang melalui media sosial, tetapi akhirnya ia terpeleset dalam kasus promosi judi online. Fajar juga menyoroti kenyataan bahwa banyak selebriti atau influencer media sosial yang juga terlibat dalam kasus serupa, namun mereka bisa “selamat” karena mempunyai jaringan atau “beking”, sementara Sadbor tidak.

Influencer, Marketing Judi Online dan Mata Rantai yang Tak Usai

Judi online memang bukan barang baru. Namun fenomena mempromosikan situs judi melalui media sosial semakin marak belakangan ini, seiring dengan meningkatnya intensitas pengguna internet. Berdasarkan survei yang dirilis Populix 2023 dengan judul “Understanding the Impact of Online Gambling Ads Exposure” mengungkapkan bahwa 84% pengguna internet di Indonesia sering terpapar iklan judi online di platform media sosial seperti Instagram, Youtube, dan Facebook. Iklan-iklan ini kerap dipromosikan oleh influencer yang mempunyai audiens luas, sehingga membuatnya semakin sulit untuk dihindari dan berpotensi meningkatkan risiko kecanduan.

Para influencer yang mempunyai jutaan pengikut menjadi target utama para operator judi untuk mempromosikan situs mereka baik secara langsung maupun memanipulasinya dengan klaim “game online”. Mereka memanfaatkan para influencer untuk menyampaikan pesan dengan menghindari kata-kata seperti taruhan, tapi dengan mengubahnya menjadi kata-kata yang terdengar lebih aman dan tidak mencurigakan. Tawaran fee yang fantastis, cara promosi yang mudah dan jangka pendek membuat banyak pihak tergoda untuk terlibat dalam industri haram ini.

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), menyatakan bahwa 27 artis dan influencer yang diduga terlibat dalam mempromosikan judi online dimanfaatkan oleh para bandar karena kemampuan mereka dalam mempersuasi publik. Tentu saja, layanan endorsement ini tidak diberikan secara cuma-cuma, mereka pasti menerima kompensasi berupa bayaran yang tinggi.

Secara pragmatis, para bandar juga menyadari bahwa Indonesia merupakan negara dengan pemain judi online terbanyak di dunia, yakni 4 juta pengguna. Berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), transaksi judi online di Indonesia mencatatkan angka tertinggi sepanjang sejarah pada tahun lalu, mencapai Rp 327 triliun.

Selain itu, terdapat sekitar 4.000 - 5.000 rekening yang terindikasi aktif dalam transaksi judi online. Untuk masyarakat dari kalangan menengah ke bawah, deposit yang dilakukan berkisar Rp 100 ribu - Rp 200 ribu. Sementara itu, masyarakat kelas menengah ke atas melakukan deposit mulai dari Rp 100 ribu - Rp 400 miliar. Bahkan PPATK menemukan fakta yang cukup riskan bahwa sebagian besar masyarakat menghabiskan hingga 70% dari gaji mereka untuk berjudi online.

Para bandar judi online tentu sangat menyadari potensi besar yang mereka miliki. Dengan jutaan pengguna, nilai transaksi setiap hari yang fantastis hingga efek kecanduan yang ditimbulkan membuat industri yang mereka garap di Indonesia semakin massif dan meluas. Dari sejumlah data di atas menjadi bukti betapa menguntungkannya kemaksiatan digital ini, yang didorong oleh tingginya permintaan dan peran penting yang dimainkan oleh influencer dalam mempromosikan produk mereka.

Fenomena maraknya influencer mempromosikan judi online telah menciptakan lingkaran setan yang sulit dihentikan. Setiap kali influencer bikin konten promo, jumlah korban berpotensi akan semakin bertambah. Setiap korban baru, pada gilirannya, memperkenalkan orang lain untuk mengikuti jejak sang idolanya.

Dugaan Praktik Tebang Pilih, Penegakan Hukum Tak Konsisten?

Penegakan hukum yang tak konsisten dalam menyikapi kasus promosi situs judi online oleh influencer menimbulkan kecemburuan dan disparitas soal rasa keadilan yang terabaikan. Prinsip equality before the law yang selalu diagungkan oleh para ahli hukum tak menampakkan ketajiannya. Realitas ini tak sebatas anomali hukum, melainkan sebuah refleksi nyata dari ketidakadilan yang terjadi. Oleh karena itu, publik kembali mempertanyakan: apakah faktor popularitas dan relasi pribadi dengan pihak tertentu mempengaruhi proses hukum yang terjadi?

Banyak kalangan yang merasa ada standar ganda dalam menyikapi kasus ini, di mana mereka yang mempunyai status lebih tinggi di dunia hiburan atau punya rekam jejak dan hubungan baik dengan elite cenderung lebih “aman” dari jeratan hukum, meskipun terlibat dalam kasus serupa.

Bagaimanapun, entah disengaja atau tidak, mempromosikan judi online tak bisa dibenarkan atas alasan apapun. Begitu pula dengan apa yang telah dilakukan oleh Gunawan ‘Sadbor’ dalam unggahan live-nya yang terbukti telah mempromosikan salah satu situs judi online.

Apa yang terjadi pada Sadbor dan sejumlah influencer lainnya mencerminkan ketimpangan dalam penegakan hukum di Indonesia. Peribahasa “hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas” semakin terlegitimasi dari kasus yang terjadi. Ketidakadilan ini, kendati tak diungkapkan secara eksplisit, sangat terasa bagi mereka yang tak mempunyai nama besar, relasi, status atau kedudukan. Jika dibiarkan, maka akan sangat berpotensi menggerogoti kepercayaan publik terhadap cara pandang aparat.

Publik juga tak bisa menutup mata bahwa di balik industri judi online yang terus berkembang, ada jaringan yang lebih besar “melindungi” bahkan memfasilitasi operasional mereka. Tak jarang orang dalam atau oknum di lingkungan instansi pemerintah terlibat dalam praktik ilegal ini. Misalnya, skandal orang dalam yang “membackup” industri judi online di lingkungan Komdigi terbongkar. Banyaknya pegawai Komdigi yang terlibat sebagai tersangka dalam "pelindung" judi online mengindikasikan adanya jaringan besar yang melibatkan oknum di kementerian.

Jika pemerintah serius menyelesaikan masalah ini, metode pendekatan yang dilakukan tak akan selesai hanya dengan memblokir akses ke situs, menangkap pengguna atau influencer, melainkan dengan menangkap aktor intelektual, orang dalam di instansi hingga bandar besar yang mengatur algoritma kemaksiatan digital ini terus berulang.

Pada akhirnya, kejadian Sadbor dan masalah yang terjadi di internal Komdigi mengingatkan kita semua betapa ruwetnya masalah ini. Tak hanya menyentuh soal struktural, bahkan sudah mengakar sebagai cultural.

Bahkan dari Sadbor juga kita mulai membuka mata untuk selektif menerima informasi dan mempertajam kepekaan kita tentang perlunya penegakan hukum yang tak pandang bulu, di mana siapapun—baik artis, influencer, atau pejabat—harus mendapatkan perlakuan dan hukuman yang setara jika terlibat dalam pusaran industri judi online ini. (Yayang)


Mungkin anda suka