Perang Topat di Lombok: Tradisi Unik Simbol Kerukunan


[Pj. Gubernur NTB dan para Pejabat Pemerintah Lombok Barat saat memulai acara Perang Topat (Foto: HumasKominfoLobar)]

Lombok Barat, medialombok.com – Tradisi tahunan Perang Topat kembali digelar di Taman Lingsar, Desa Lingsar, Kabupaten Lombok Barat. Meskipun hujan deras mengguyur kawasan tersebut, antusiasme ratusan masyarakat dan wisatawan tidak surut. Tradisi ini menjadi simbol kerukunan antara umat Islam dan Hindu di Lombok yang sudah berlangsung secara turun-temurun.

Makna dan Sejarah Perang Topat

Perang Topat atau "perang ketupat" adalah tradisi khas Lombok di mana peserta saling melempar ketupat sebagai simbol ungkapan rasa syukur atas hasil panen dan permohonan berkah untuk kesuburan tanah. Acara ini melibatkan umat Islam dan Hindu yang berkumpul di Pura Lingsar dan Kemaliq Lingsar – dua tempat ibadah yang berada dalam satu kompleks.

Menurut penjelasan dari Pj Gubernur Nusa Tenggara Barat, Hassanudin, tradisi ini mencerminkan harmoni dan toleransi antarumat beragama yang telah mengakar di masyarakat Lombok.

“Tradisi ini merupakan simbol toleransi dan harmoni antarumat beragama yang harus kita jaga dan lestarikan,” ujar Hassanudin.

Rangkaian Acara dan Antusiasme Peserta

Perang Topat diawali dengan upacara keagamaan di Pura Lingsar untuk umat Hindu dan di Kemaliq Lingsar untuk umat Islam. Setelah ritual selesai, peserta mulai saling melempar ketupat dalam suasana penuh keceriaan dan kegembiraan. Meskipun hujan deras turun, semangat para peserta tetap membara.

Seorang warga yang turut serta dalam acara ini menyatakan, “Hujan bukan penghalang. Ini adalah tradisi yang kami lakukan untuk bersyukur dan memohon berkah. Selalu seru dan menyenangkan!”

Bagi masyarakat setempat, ketupat yang diperoleh dari tradisi Perang Topat dipercaya membawa berkah. Ketupat tersebut sering digantung di sawah atau tanaman sebagai simbol permohonan kesuburan dan perlindungan dari hama.

Dukungan dari Pemerintah dan Pariwisata

Kepala Dinas Pariwisata Lombok Barat, Agus Gunawan, menyatakan bahwa acara ini menjadi daya tarik wisata yang penting untuk mempromosikan budaya lokal.

“Perang Topat adalah kolaborasi berbagai pihak. Kami hadir untuk mendukung dan mengemasnya menjadi sebuah event yang menarik serta berdampak positif bagi pelestarian budaya dan pariwisata Lombok Barat,” jelas Agus beberapa waktu lalu.

Selain menjadi tradisi lokal, Perang Topat juga berhasil masuk dalam Kharisma Event Nusantara (KEN) 2024 yang dicanangkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan eksposur dan daya tarik Lombok sebagai destinasi wisata budaya.

Pesan Toleransi dan Harapan ke Depan

Tradisi Perang Topat tidak hanya sekadar festival, tetapi juga menjadi simbol persatuan dan kebersamaan antarumat beragama. Dalam suasana dunia yang sering dilanda konflik, Lombok memberikan contoh nyata bagaimana harmoni dapat diwujudkan melalui warisan budaya.

Pemerintah daerah dan masyarakat berharap tradisi ini terus dilestarikan sebagai bagian dari identitas budaya Lombok dan Indonesia. Dengan semakin banyaknya wisatawan yang tertarik, diharapkan tradisi ini dapat menjadi sarana edukasi dan promosi nilai-nilai toleransi.


Mungkin anda suka